Wednesday 20 June 2012

KISI-KISI SOAL UAS BAHASA INDONESIA UNPAM

KISI-KISI SOAL UAS BAHASA INDONESIA UNPAM
  1. Buatlah rumusan masalah, pembatasan masalah ,tujuan penelitian  dan Manfaat Penelitian dengan judul “ Pengaruh Bahasa SMS terhadap Perkembangan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia di Sekolah ”
  2. Jelaskan dalam bentuk paragraf(1 paragraf) latar belakang dari judul karya ilmiah di atas
  3. Dalam penulisan pembahasan hal-hal apa atau teori-teori yang harus dijelaskan berdasarkan judul di atas
  4. Buatlah abstrak dan kata pengantar dari karya ilmiah di atas!
  5. Jelaskan definisi dari resume, resensi, dan sinopsis , abstrak!
  6. Jelaskan persamaan dan perbedaan dari resume, resensi, sinopsis, abstrak
  7. Buatlah  masing-masing 1 paragraf  deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi dari kata “Universitas Pamulang”
  8. Jelaskan cara atau ketentuan  penulisan catatan kaki,daftar pustaka, dan kutipan!
  9. Buatlah contoh penulisan catatan kaki (footnote) atau bodynote dan daftar pustaka dari teori yang anda kembangkan dari judul di atas
  10. Jelaskan  bagian-bagian dari penulisan karya ilmiah
KISI-KISI UAS PENGANTAR LINTAS BUDAYA UNPAM
  1. Hal apa yang dapat dilakukan dengan  peran anda sebagai mahasiswa dan masyarakat Indonesia dalam menangani problematika lintas budaya yang terjadi dalam masyarakat multikultural.Jelaskan dan berikan contohnya
  2. Hal apa yang dapat anda lakukan untuk menyaring permasalahan lintas budaya pada masyarakat multikultural di era globalisasi seperti di Indonesia
  3. Jelaskan Pengertian akulturasi, kontak budaya, stres akulturasi,multikulturalisme dan hubungan antar etnik, menurut permahaman anda terhadap kata tersebut!
  4. Bagaimana proses penerapan pola-pola yang berlaku dalam masyarakat multikultural seperti di Indonesia!
  5. Dengan munculnya era globalisasi yang dapat  mempengaruhi jati diri bangsa, maka anda sebagai generasi muda Indonesia perlu mengantisipasi hal tersebut. dengan cara bagaimana anda mengantisipasi hal tersebut!
  6. Jelaskan pola-pola yang berlaku dalam masyarakat multicultural
  7.  Problematika lintas budaya yang terjadi dalam masyarakat multikultural
  8.  Bagaimana sikap masyarakat dalam menyaring permasalahan lintas budaya pada masyarakat multikultural di era globalisasi
  9.  Bagaimana membina hubungan dengan orang lain dalam suatu lingkungan masyarakat yang multikultural. 
  10.  Bagaimana anda memahami nilai-nilai pengantar etika lintas budaya serta memahami nilai-nilai budaya(daerah, nasional, asing) dalam hal konsep keluarga di masyarakat Indonesia


          Kisi-kisi UAS Manusia dan Kebudayaan

          Kisi-kisi UAS Manusia dan Kebudayaan

          KISI-KISI SOAL UAS MANUSIA dan KEBUDAYAAN
          1.      Bagaimana pendapat anda tentang perkembangan peradaban masyarakat Indonesia di tengan modernisasi dan Globalisasi saat ini?
          2.      Jelaskan faktor penyebab terjadinya masyarakat urban yang semakin berkembang di Indonesia
          3.      Upaya apa yang dapat dilakukan dalam peran anda sebagai mahasiswa dan masyarakat Indonesia dengan melihat problematika kebudayaan dalam masyarakat Indonesia yang multicultural!
          4.       Solusi terbaik apa yang dapat anda lakukan untuk menyelesaikan masalah klaim budaya Indonesia oleh Malaysia tanpa menimbulkan permasalahan antar negara. Jelaskan
          5.      Jelaskan dan berikan contohnyaJelaskan proses perkembangan budaya masyarakat urban dan pengaruhnya terhadap budaya masyarakat setempat serta budaya nasional Indonesia Jika terkait dengan budaya Indonesia yang multikultural
          6.      Sejauhmana pengaruh perkembangan budaya asli Indonesia dengan banyaknya perkembangan budaya asing yang masuk ke Indonesia
          7.      Jelaskan aturan-aturan atau ketettapan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi terjadinya kesenjangan sosial karena pengaruh modernisasi
          8.      Pengaruh apa yang akan terjadi pada masyarakat Urban yang ada saat ini baik dalam hal keamanan, politik, sosial dan budaya (positif dan negatif)
          9.      Jelaskan menurut anda dampak positif dan negatif perkembangan masyarakat dan perkembangan kebudayaan Indonesia melalui proses akulturasi, asimilasi, difusi,globalisasi dan modernisasi
          10.  Dua contoh kasus berikut:
          1. Pertama, Boazizi seorang pedagang sayur di Tunisi membakar diri pada tanggal 17 Desember 2010 sebagai protes atas larangan pemerintah berdagang di pinggir jalan. Akibatnya masyarakat Tunisa memprotes pemerintah hingga Presiden Tunisia, Ben Ali mundur.
          2. Kedua, Di Mesir hanya karena ‘sepotong roti’ Presiden Husni Mubarakpun turun dari kursi kepresidenan. Jelaskan penyebab perubahan sosial yang terjadi pada dua contoh kasus Mesir dan Tunisia tersebut

          Tuesday 29 May 2012

          Aku Merasa Sendiri

          Aku Merasa Sendiri

          Dalam Keramaian suasana
          Aku diam terpaku tak berekspresi
          Dalam gemerlap lampu
          Aku duduk terpaku sendiri
          Kulihat sekeliling begitu ramai
          Tawa canda dan bahagia begitu tergambar
          Namun aku merasa hampa
          Aku merasa sendiri diantara ramainya suasana pesta
          Aku tak tahu apa yang terjadi
          Aku tak tahu harus bagaimana
          Aku merasa hampa dan sendiri
          Diantara riak gemuruh suasana
          Kuingin berlari mengejar bahagia
          Kuingin berjalan bersama suka cita
          Kuingin melangkah bersama CINTA dalam kebahagiaan dan keceriaan

          Thursday 24 May 2012

          AKU BERADA DIANTARA 2 CINTA

          AKU BERADA DIANTARA 2 CINTA
           
          “Wanda…bisa kita ngobrol sebentar nggak.” Ajak Resti ketika aku baru saja tiba di kelas.”Oh.. boleh ada apa ya?” tanyaku penasaran. “Jangan disini ya.. kita ke perpustakaan aja.” Ajak Resti.”Oh! Oke!jauh banget Res… itu kan di gedung B lantai 3 pula” jawabku sedikit bingung.Resti seperti tidak memperdulikan protesku. Dia terus saja berjalan meninggalkan aku yang masih terpaku memikirkan ajakannya. Akhirnya aku ikuti pula langkahnya .Aku kemudian berjalan di belakang Resti. Aku bertanya-tanya dalam hati “ada apa ya? kok Resti tiba-tiba mau ngajak ngobrol aku?” Padahal selama ini aku belum pernah ngobrol dengannya. Walau aku satu kelas dengannya. Resti termasuk anak yang pendiam di kelas. Sehingga aku jarang ngobrol dengan dia kalau bukan hal yang dianggap penting. tapi hari ini tiba-tiba dia ngajak aku bicara dan sepertinya obrolan yang serius..
          Suasana perpustakaan masih sepi, karena hari masih pagi.Siapa juga yang mau ke perpustakaan pagi-pagi. Mahasiswa yang datang ke perpustakaan sepagi ini pasti memiliki alsan tersendiri selain dia memang hobby baca alasan lain datang ke perpustakaan pagi-pagi adalah karena ada tugas yang belum dikerjakan.Tpi dari kedua alasan tersebut kedatangan aku dan Resti ke perpustakaan adalah bukan karena keduanya.
          Ketika aku sampai di perpustakaan aku cari Resti ternyata dia sudah duduk di sudut perpustakaan.”Hei..” sapaku kemudian aku duduk dihadapan Resti.”Hei.. Nda..aku langsung saja ya..” Resti berbicara dengan wajah serius.”Aduh.. ada apa ya Res.. aku kok jadi deg-degan…” jawabku semakin bingung dengan sikap Resti. “Aku mau Tanya sama Kamu… apa betul seperti yang temen-temen di kampus ceritakan bahwa kamu dekan dengan Bagas.” Tanya Resti dengan serius.” I..ya… aku memang dekat dengan Bagas. kamu sendiri kan tahu.” jawabku.”Kamu tahu, Bagas itu siapa?” Tanya Resti kembali.”Maksud kamu?” aku balik bertanya.”Kamu tahu kalau Bagas itu sebelum sama kamu dia itu sedang dekat dengan siapa?” Tanya Resti penuh selidik.”Nggak” jawabku singkat. Ada perasaan lain dari pertemuan antara aku dengan Resti. Ada sesuatu yang aneh disetiap pertanyaan Resti. “Ada apa ini?” pikirku.
          “Nda.. serius kamu nggak tahu? dengan siapa Bagas deket ketika dia bilang dia suka sama kamu?” Resti kembali bertanya seperti menegaskan. “Aku nggak tahu pasti Res… Cuma aku pernah denger aja dari beberapa temen. Kalau dia sedang deket dengan seseorang, ketika dia jalan dengan aku.” Jawabku mencoba menjelaskan pada Resti. “Tapi… kamu tahu siapa orangnya?” Resti terus mendesak pertanyaan yang sama.”Hmm… kalau nggak salah Raisha… sahabat kamu.. .” Jawabku sedikit ragu.” Iya… Nda… Bagas itu sedang dekat dengan Raisha. Mereka malah deket sejak mereka masih SMU.” jelas Resti. Aku terkejut mendengar penjelasan Resti.”Tapi… Bagas bilang mereka Cuma temen?” Aku mencoba membela diri. :Bagas bilang begitu? Nda asal kamu tahu ya… Bagas itu memang seperti itu dari dulu. Dari sejak kita sama-sama di SMU.” Resti menjelaskan dengan sangat jelas. “Tanpa terasa air mataku mengalir. Aku tidak tahu harus berkata apa pada Resti. Aku hanya terdiam.”Nda..sebelum kamu terlanjur. Baiknya kamu minta kejelasan pada Bagas. Sebagai sahabat kamu juga sahabat Raisha aku nggak mau kalian berdua jadi korbannya Bagas. Sudah banyak Nda… yang disakiti hatinya sama Bagas.
          Aku terdiam tanpa tahu harus berkata apa mendengar semua penjelasan Resti tentang Bagas.”Aku ke kelas dulu ya Nda… kamu mau bareng aku atau bagaimana?” tanay Resti. Aku disini aja Res… Kamu mau tolong aku nggak?” pintaku pada Resti disela isak tangis aku mendengar penjelasan Resti.”Oh.. iya…minta tolong apa?”Tanya Resti duduk kembali ketika dia hampir berdiri dan berjalan ke luar perpustakaan.”Dinaya… tolong ke sini ya Res…” jawabku perlahan sambil terus menghapus air mata yang tak juga mau berhenti. “Oh… iya… Nda… maafin aku ya … aku hanya nggak mau kamu dan Raisha jadi ada masalah hanya karena Bagas.”Resti berkata sambil menepuk-nepuk pundakku.Aku hanya mengangguk.
          Beberapa saat kemudian Dinaya datang dan ketika melihat aku menangis Dinaya langsung memeluk aku.”Dinaya… Aku jahat ya…”Tanyaku pada Dinaya sambil terus memeluk Dinaya.”Nggak nda…kamu nggak jahat.. kamu kan nggak tahu?” Dinaya mencoba menghiburku. “Sku harus gmana Din..? apa aku Tanya ke Bagas langsung?” tanyaku minta persetujuan Dinaya. “Dinaya berpikir sejenak.” hmm menurutku juga gitu. Kamu minta penjelasan dari Bagas tentang berita tersebut. masalah iya atau nggaknya tergantung dari kejujuran Bagas.” Jawab Dinaya mendukung saranku. “Tapi… Din aku masih marah sama Bagas. Aku merasa dibohongin. Hal ini pernah aku tanyakan dia bilang nggak. itu Cuma gossip.” Aku mencoba menjelaskan.”Nda…aku nggak tahu siapa yang bohong siapa yang jujur. Tapi kalau menurut aku baiknya kamu Tanya langsung. mengenai jujur atau tidaknya itu urusan Bagas. toch kalau dia bohong juga dia yang rugi.” jelas Dinaya. “Aku belum mau bicara dengan Bagas. Aku masih marah dan kesel sama dia.” Aku menjelaskan pada Dinaya .”Kalau menurut aku sebaiknya kamu selesaikan, nggak baik juga kamu tunda-tunda permasalahan ini.” Dinaya mencoba memberikan jalan padaku.”Aku masih kesel Din… aku masih marah.” jawabku.”Trus kamu nggak mau masuk kelas?” Tanya Dinaya.”Nggak tau?”
          Hari itu aku benar-benar hanya di perpustakaan. Tas dan buku-buku aku diantar Dinaya dan Annisa ke perpustakaan. “Nda…tadi Bagas nyariin kamu tuch?”Jelas Dinaya sambil memberikan tas dan buku kepadaku.”Iya… tadi juga dia Tanya sama aku, aku jawab nggak tau!aku bingung harus jawab apa?” Annisa menimpali. “Oke… thanks ya… aku pulang duluan ya…” aku menerima tas dan bukuku.”Nda… kamu nggak papa kan?” Tanya annisa mengkhawatirkan aku.”Nggak. tenang aja.” jawabku sambil berdiri.”Perlu aku antar?”Dinaya mencoba menawarkan aku.”Nggak usah… aku bisa kok. Lagi pula aku bawa mobil kok!”jawabku sambil terus berjalan.”Hati-hati ya Nda?” Aku hanya melambaikan tangan pada kedua sahabatku itu.
          Aku berjalan ke arah parkiran tempat biasa aku memarkir mobilku. Aku memang biasa memarkir mobil aku aku ke pojok, karena selain rimbun aku juga bisa dengan mudah keluar atau masukan mobilku jika aku dan kedua sahabatku sedang tidak mood untuk mengikuti kuliah. Aku berjalan dengan gontai tanpa memperhatikan sekeliling. Beberapa teman kampus lain menyapaku, aku hanya membalas dengan senyum dan lambaian tangan. Ada beberapa temanku yang bertanya kenapa aku nggak kuliah aku hanya menunjukkan tanganku ke arah kepala menandakan aku pusing. Sanpai di parkiran aku langsung membuka pintu mobil. Ketika aku membuka pintu mobil sebuah suara yang aku hafal betul suara siapa yang ada di belakangku.”Hmmm!” aku menarik nafas panjang. Aku membalikan tubuhku menghadap ke arahnya.”Kenapa kamu nggak kuliah?” tanyanya.”Aku pusing.. lagi males juga.” jawabku sekenanya.”Kenapa nggak bilang… kan bisa aku antar.” jawabnya. “Aku pulang ya… “ Jwabku sambil masuk ke dalam mobil.” Nda… kamu kenapa?” jawabnya sambil menghampiri aku yang sudah duduk di dalam mobil.”Aku nggak kenapa-napa..” jawabku. sambil menyalakan mesin mobil.”Kamu marah sama aku..?” tanyanya kembali. “Nggak… udah ya.. aku pusing.” jawabku sambil menutup jendela mobil dan memundurkan mobilku. Aku langsung melajukan mobilku dan tanpa ku hiraukan panggilannya.
          Sejak pulang kuliah aku mengurung diri dalam kamar. Mama beberapa kali memanggilku tidak aku hiraukan. aku pura-pura tidur.Aku terus memikirkan kata-kata Resti. Kata-kata it uterus mengiang-ngiang di telingaku. Aku memikirkan bagaimana mungkin aku bisa jalan sama Bagas sementara dia adalah pacar teman sekelasku Raisha. Aku merasa sangat berdosa telah menyakiti temanku sendiri. Aku merasa di bodohi oleh Bagas yang terlihat baik dan begitu perhatian padaku. Bagaimana mungkin aku bisa berbahagia di atas penderitaan orang lain. Aku membayangkan bagaimana perasaan Raisha yang begitu baik padaku dan sangat ramah. Tapi kenapa mereka begitu pandai menyimpan kedekatan mereka sampai-sampai tidak ada temanku yang tahu bahwa antara Raisha dan Bagas cukup dekat bukan hanya sebagai teman. Aku terus berfikir dan bertanya-tanya pada diri aku sendiri. Tiba-tiba panggilan Mama membuyarkan lamunanaku.
          “Nda…Wanda.. bangun sayang… sudah waktunya makan malam.” Mama memanggilku.”Nda… kamu belum makan dari pulang kuliah tadi loch..” Mama terus memanggil dan mengetuk pintu kamarku. Aku kasihan juga pada mama yang sejak tadi sepertinya khawatir melihat keadaanku“Iya ma..” jawabku.Aku membuka pintu kamar, kulihat mama berdiri di depan pintu dengan perasaan khawatir seorang ibu yang melihat anak semata wayangnya terliaht kusut masai.”Kamu kenapa Nda…?” Tanya mama dengan lembut.”Nggak kenapa-kenapa kok ma..” jawabku sambil keluar kamar. Di damping mama.”Kamu sakit…Nak..” Tanya papa yang sudah duduk di ruang makan.”Papa denger kata mama kamu dari pulang kluliah mengurung diri di dalam kamar..kenapa?” Tanya papa lagi.”Nggak kok pa..aku nggak papa..aku cuma pusing aja kok!”jawabku.”Oh..ya… “ sela mama di saat makan.”Tadi Bagas beberapa kali telepon nanyain kamu.”Aku diam saja tanpa ekspresi.”Kamu lagi marahan ya..” Tanya mama lagi.Aku masih diam saja.”Ma…aku boleh selesai duluan nggak makannya. aku dah kenyang ma… aku lagi males makan.”jawabku menutup makanku. “Oh..ya sudah nggak papa…perlu di buatkan susu hangat mungkin…? nanti mama minta tolong Mbak Jum untuk buatkan, biar di anatar ke kamar kamu.” Aku menggeleng sambil berjalan meninggalkan ruang makan.Samar-samar aku dengar mama dan papa saling berbisik melihat perubahan sikapku yang biasanya ceria, tiba-tiba murung dan tak bergairah.”Anak kita kenapa ma..?” Tanya papa.”mama juga nggak tahu pa..” jawab mama. “Tadi mama nggak nanya Bagas..?”Tanya papa lagi.” sudah…tapi kata Bagas dia juga nggak tahu, dari pagi dia juga nggak masuk kelas katanya.” jelas mama… “kenapa ya…? mungkin memang sedang bertengkar aja kali ma…biasa anak muda. memang begitukan.” jelas papa… aku yang mendengar hanya tersenyum kecil saja
          ***
          “Nda…Wanda…” sebuah suara yang aku hafal betul. suara rebut kedua sahabatku.”Nda…ini aku sama Dinaya datang…mau nengokin kamu nich…bangun dong!”Daisy terus mengetuk pintu. Aku langsung membuka pintu kamarku.”Aku denger tau…jawabku dengan pasang muka cemberut.”Kamu sakit apa?” Tanya Annisa sambil duduk di atas tempat tidurku.”Kamu sakit karena ditegur Resti kemarin ya Nda.” Dinaya menimpali.”Kalau menurut aku mending kamu Tanya langsung ke Bagas bener nggaknya cerita Resti.” Daisy ikut berkomentar.”Tapi Dais… aku sudah pernah nanya ke Bagas, dia bilang itu dulu waktu mereka masih SMU. Mereka kan satu sekolah bahkan satu kelas ketika SMU.” jelas aku pada kedua sahabatku.” Terus kalau memang seperti itu, kenapa juga Resti harus negur kamu Nda?” Tanya Dinaya penuh selidik.”Aku juga nggak tahu apa maksud Resti. Yang aku tahu, aku merasa di bohongin Bagas !di Bodohi Bagas! itu yang bikin aku kecewa dan sakit hati.” jawabku tegas.”Kenapa harus merasa seperti itu. harusnya kamu nanya dulu ke Bagas tentang apa yang disampaikan Resti. Minta kejelasan dan ketegasan. Gitu Neng…bukan malah ngurung diri. nggak makan, nggak kuliah, terus nggak mandi. Bau tahu!” Ledek Dinaya. “Bodo amat!” jawabku nggak peduli.” Eh! Amat aja nggak Bodo. buktinya tahun ini dia di wisuda.” ledek Daisy.” Nggak lucu Daisy..” jawabku sambil berdiri meninggalkan mereka.’Kalian mau minum apa?” tanyaku. Tiba-tiba Mbak Jum mengetuk pintu.” Neng Wanda… ini minumnya buat neng daisy sama Neng Dinaya.”suara mbak Jum dari luar. Aku langsung membuka pintu.”Wah! Mbak Jum memang hebat. baru mau bilang eh! malah udah di anter. Makasi ya mbak.” Sapaku pada Mbak Jum pembantu di rumahku yang sudah bekerja hampir tiga tahun terakhir ini.”Makasi ya mabk.. Mabak tahu aja kalau tamunya haus.” Dinaya dan Daisy menimpali.”Sama-sama Neng.” jawab Mbak Jum sambil menutup pintu kamarku.
          “Nda..” sela Daisy di sela-sela obrolan yang beraneka ragam.”Aku boleh nanya nggak?” “Mau nanya apa?” jawabku.” Sebenernya seberapa jauh sich hubungan kamu sama Bagas?” Tanya Daisy.”Ee… gmana ya?” jawabku.”Aku sekedar nanya aja? kalau memang kamu nggak mau jawab juga nggak papa kok?”Daisy danDinaya saling berpandanga.”Huh..” Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkan dengan berat.”Din…Dais.. Kalau aku boleh jujur,Bagas itu cinta pertama aku.” jawabku pelan.Daisy dan Dinaya kembali saling.”Aku nggak tahu…aku ngerasa nyaman aja kalau deket dia. Aku tahu… mungkin sebagian orang menganggap itu aneh, atau kenapa juga harus dia. Tapi aku sendiri nggak tau. Dia itu baik banget, Din! Dais… Sebetulnya aku udah pernah denger tentang Raisha dari dia. Tapi waktu itu dia bilang Raisha itu temen deket dia waktu SMU. Aku juga nggak nanya..sejauh mana kedeketan dia dengan Raisha, Aku malah nanya kok sekarang nggak deket? kenapa seperti orang nggak kenal? Dia Cuma bilang nggak tau? Raishanya yang menghindar. Tapi..kenapa waktu itu aku nggak berpikir sejauh itu Ya.. Tapi… udahlah… Sekarang aku mau minta pendapat kalian. Menurut kalian aku harus gimana?” tanyaku pada dua orang sahabatku ini.Daisy dan Dinaya saling berpandangan sambil mengangkat bahu.Tiba-tiba Dinaya berkata, “Gimana kalau kamu ajak ngobrol Raisha dulu untuk memastikan tentang hubungan mereka? apakah masih berhubungan seperti yang diungkapkan resti? atau sudah putus seperti yang di ucapkan Bagas.” Dinaya memberikan usul. Aku dan Daisy saling berpandangan , Aku berpikir sejenak. Tiba-tiba Daisy”Aku setuju usul Dinaya. Kita nggak bisa memvonis Bagas itu salah dan jahat, kalau kita belum memastikan kebenarannya. Bukannya dulu pernah ada gossip kalau Resti juga suka sama Bagas?! juga” Aku terkejut mendengar  penjelasan dari Daisy.”Serius Dais! Aku kok nggak tahu?” Jawabku terkejut.Daisy seperti kelimpungan melihat aku terkejut.”Uppss..! Maaf..aku keceplosan ya…” Jawab Daisy melihat ke arah Dinaya dengan ekspresi tak bersalahnya.Aku semakin tersudut, aku menjadi semakin merasa di bohongi oleh Bagas selama ini. Aku diam tak tahu harus berkata apa, tak tahu harus berbuat apa. “Nda… maafin aku ya.. bukan maksud aku untuk buat kamu shock! tapi itu yang aku tahu dari temen-temen lain.” Jelas Daisy. “Nggak papa kok Dais…aku hanya kaget aja. Makasi ya…kalian dah mau kasih tahu ke aku.” jawabku.”Kamu perlu sendirian ya Nda… kalau gitu kita pulang dulu ya… Kita tunggu kamu di kampus besok. please… kamu harus nyelesein masalah ini secepatnya. jangan ditunda-tunda lagi.Ok say..” Ucap Dinaya sambil mencubit hidungku.”Yap! lebih cepat lebih baik. Ayo…masa Cuma karena Bagas kamu trus nggak mau kuliah. Sepi tau kelas nggak ada kamu.” Daisy ikut menimpali.Aku mengangguk saja tanpa mampu berkata-kata.
          Kedua sahabat baikku telah pulang. Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Aku terus memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan untuk menyelesaikan masalah ini. Kalau boleh jujur aku sayang banget dengan Bagas. Bagas adalah cinta pertamaku. Dengan dia aku selalu merasa nyaman. Aku selalu merasa memiliki arti. Karena dia selalu membuat aku merasa punya arti dimatanya. Bagas memang berbeda dari beberapa teman yang mencoba dekat dengan ku. Aku pun tak tahu kapan awal mula aku suka pada Bagas.Namun yang pasti saat ini aku sangat menyayangi dia.
          ***
          “Ma…aku berangkat ya…” Aku pamit ke mama dan papa yangsedang sarapan di ruang makan. “Kamu nggak sarapan dulu sayang..” Tanya mama “nggak ma.. talut telat. aku minum susu aja.” jawabku sambil emncium pipi mama dan papa.” hari ini anak papa ceria sekali…sudah lebih enakan badannya.” Tanya papa.”Udah pa… hari ini aku akan melakukan hal yang paling berkesan. doain ya pa…ma.. Assalamualaikum.” jawabku sambil berjalan.”ceria sekali dia… kenapa ma..?” Tanya papa..”nggak tahu juga pa… kemarin itu Daisy dan Dinaya datang ke sini. trus ya… sekarang jadi ceria.” cerita mama pada papa.”oh..”
          ***
          Aku langsung memarkir mobilku di tempat biasa. Setelah selesai semua aku langsung melangkah menuju ruang kelasku yang berada di lantai 4. Aku berjalan menuju lift yang menuju ke kelasku. Ketika aku sedang menunggu lift aku lihat seseorang berjalan ke arah lift. Aku tersenyum ke arahnya.”Hai raisha…apa kabar.” sapaku pada Raisha, Aku berusaha bersikap sesantai mungkin. Aku merasa serba salah untuk bertemu Raisha setelah kejadian dua hari yang lalu. “Hai.. juga.. tumben nda.. dating pagi.” sapanya padaku dengan senyum ramahnya. Ya Tuhan bagaimana mungkin aku membuat dia sakit hati, sementara dia begitu baik padaku selama ini. Bahkan hari inipun dia bersikap baik.”Ya Tuhan betapa jahatnya aku ini” pikirku dalam hati.”Kemarin kok nggak masuk, kenapa?” Tanya raisha.”Oh! aku agak pusing Sha.. oh ya…ada tugas nggak?” tanyaku basa-basi.”Nggak sich…kemarin Cuma presentasi aja dari kelompoknya Danu.” jawab Raisha.”Sha.. aku boleh nggak ngobrol sama kamu?” tanyaku dengan perasaan tak menentu.”Oh..boleh. Mau ngobrol apa ya..?” tanyanya.” Nggak Cuma ngobrol aja. Kita ke cafetaria aja yuk..biar ngobrolnya santai.” ajakku pada Raisha.”Oh! boleh.” akuhirnya aku dan Raisha pergi ke cafetaria. Kami  berdua tidak jadi naik lift.
          Sampai di cafetaria suasana masih sepi. Aku memilih kursi paling pojok agar lebih nyaman. Aku duduk di hadapan Raisha. Aku memanggil pelayan café dan memesai minuman begitu juga Raisha. Setelah sedikit basa-basi obrolan yang tidak terlalu penting sambil menunggu minuman datang. Setelah pesanan kami datang, aku mulai bersikap agak terlihat serius.”Sha… sebenernya ada hal yang mau aku tanyakan sama kamu. Tapi kamu jangan marah ya...” pintaku pada Raisha.”Oh..mau nanya apa ya…” jawab Raisha. “Begini… kemarin aku dapet kabar.. kalau kamuadalah temen satu kelasnya Bagas ketika di SMU ya..?” tanyaku pada Raisha.”Iya… “jawab Raisha.”Terus apa benar kamu dulu teman dekat Bagas tepatnya pacar Bagas.” tanyaku kembali.’I…ya..”jawab raisha.”Bagai di sambar petir pagi hari aku terkejut bukan main.” Terus.. sampai saat ini apakah kamu masih jalan sama Bagas?” tanyaku denga perasaan tak menentu.”I..ya..” jawab Raisha. Aku bener-bener terkejut mendengar semua jawaban Raisha. Tanpa terasa aku menitikkan air mata. Bukan karena sedih tapi lebih karena aku kecewa dan malu pada Raisha. Raisha yang begitu baik, cantik, dan pintar. Dia begitu lembut dan penuh perhatian pada semua orang. aku yang begitu mengaguminya. ternyata aku menyakiti hatinya. Aku bener-bener merasa di bodohi.”Sha… aku minta maaf atas semua kesalahanku sama kamu.” sungguh Sha aku nggak tahu kalau kamu adalah pacar Bagas, dan kamu sampai saat ini masih sama Bagas.” Aku menggenggam tangan raisha sebagai bentuk permohonan maafku.” Nda… nggak papa… kamu nggak salah kok. Aku yang salah.” Raisha berusaha menjelaskan.”Nggak Sha…aku jahat, aku egois, aku bener-bener nggak tahu. maafin aku ya Sha. Aku janji aku akan menyelesaikan masalah ini dengan segera. Aku nggak mau, aku berbahagia di atas penderitaan orang lain.” Jelasku pada Raisha. “Wanda… nggak kamu nggak salah. Mereka yang nggak ngerti aku.” Jelas Raisha.Aku menjadi bingung mendengar penjelasan Raisha.”Nda.. kamu jangan merasa bersalah sama aku. Aku memang temen dekat Bagas. tapi aku merasa nyaman kalau dia dekat sama kamu.” jelas raisha.”Mak…sud…kamu..” aku bertanya dengan perasaan tak menentu.”Nda… ada hal yang memang kita harus cerita ke orang namun ada juga hal yang tidak perlu orang tahu. termasuk hubungan aku dengan Bagas.” jelas raisha.”A..ku…aku nggak ngerti. maksud kamu Sha?” tanyaku semakin bingung. “Nanti kamu akan tahu… sekarang belum saatnya. Karena kita harus ke kelas.Yuk! nanti kita terlambat masuk kelas. Hari ini mata kuliah Pak Basuki kan… dia paling nggak suka kalau ada Mahasiswa yang terlambat “ jelas Raisha. “Kamu mau masuk kelas bareng aku atau belakangan?” Tanya Raisha.”Aku… belakangan aja Sha.” jelasku yang amsih duduk sementara Raisha sudah siap berdiri.” Oke! aku tunggu kamu di kelas. Jangan nggak masuk ya… Oh ya…omongan Resti jangan terlalu dipikirin ya.. Resti nggak tahu masalahnya.” jelas raisha sambil berjalan meninggalkan aku dalam kebingungan. Aku semakin tidak mengerti dengan semua ini.
          ***
          “Wanda…” sebuah suara yang tidak asing lagi di telingaku telah berdiri dihadapanku. Entah darimana datangnya yang begitu tiba-tiba.”Ya… “ jawabku dengan acuh tak acuh.”Kenapa kamu kemarin nggak masuk.Nda..”tanyanya dengan lembut.”Nggak kenapa-napa..lagi males aja.” jawabku dengan ketus.”Wanda…Bagas tahu… pasti karena omongan Resti kan?” tanyanya.”Kalau udah tahu kenapa juga nanya?” jawabku.”Nda… maafin Bagas ya… kalau Bagas salah dalam bersikap. Jujur bagas sayang banget sama Wanda.” Aku diam tak bergeming.”Gombal” dalam hatiku.”Kamu boleh menganggap ini gimbalan. tapi Bagas serius. Bagas sayang sama kamu. Raisha juga tahu itu. jelas Bagas. Sontak aku mengangkat kepala karena terkejut.”Apa-apaan nich maksud dari mereka berdua. Mereka mau memanfaatkan kebodohanku atau apa.” pikirku dengan emosi.”Maksud kamu apa!” jawabku.”Nda…kamu jangan marah dulu dong…”Jelasnya.”Bisa kita ngobrol sebentar?” ajak Bagas.”Kenapa jadi aku yang dihakimi?” pikirku dalam hati. Bukannya aku yang ingin mengadili mereka berdua. Meminta penjelasan dari mereka. Tapi kenapa justru aku yang sepertinya jadi tersangka.” pikirku.”Wanda sayang…Nanti Bagas jelasin semuanya.ya…” ajaknya. Aku seperti kerbau yang dicocok hidungnya mengikuti ajakan Bagas.
          Aku mengikuti langkah Bagas menuju mobilnya yang diparkir tak jauh dari mobilku. Aku mengikutinya ketika dia meminta aku untuk masuk kedalam mobil. Aka tak bertanya apapun ketika dia mengendarai mobilnya yang aku sendiri tak tahu kemana. Aku seperti terpaku dalam dilemma ini.
          Mobil berhenti di sebuah café yang tempatnya cukup nyaman. Cafe itu begitu sepi hanya beberapa pengunjung yang sedang minum kopi atau the sekedar sarapan pagi. bagas mengajakku kelantai dua café tersebut. Tempatnya cukup nyaman, karena di ruang terbuka dan rimbun oleh pohon-pohon di pinggir jalan yang berada di sepanjang jalan depan café sehingga tidak terlalu terkena panas matahari pagi. Kesan yang terlihat café ini menjadi sejuk dan nyaman. Bagas memilih meja paling pojok. Kesannya lebih terbuka. Udara pagi masih sejuk, sesekali aku melihat ke bawah, jalanan cukup macet. Setelah pelayan café mengantar pesanan kami dan segera berlalu. Bagas menatap ke arahku.”Nda… kamu masih marah sama Bagas?” Tanya padaku untuk meyakinkan.”Iya..” jawabku tanpa semangat, aku masih kesal akan sikap keduanya. Bagas dan Raisha.Bagas menarik nafas dan meminum minuman yang dipesannya sesaat kemudian”Bagas minta maaf ya… kalau selama ini Bagas bohong soal Raisha ke Wanda.” A..pa! minta maaf. Gampang banget kamu Gas minta maaf. Kamu tahu nggak gimana sakit hatinya aku karena kalian bohongi. Kamu tahu betapa malunya aku yang terlihat bodoh dimata kalian.” jawabku berapi-api.”Wanda… bukan gitu..” Bagas mencoba memotong pembicaraanku.”Bukan gitu bagaimana..? kalian bersikap seolah-olah nggak ada apa-apa. Tapi dibelakang aku kalian mungkin mentertawakan aku, karena berhasil kalian bodohi. Itu yang kamu maksud bukan apa-apa.! Gas… aku malu, aku bener-benr merasa bodoh.” Jawabku dengan tanpa terasa menitikan air mata. “Nda… bukan gitu ceritanya. Aku..bagaimana aku bisa jelasin ke kamu kalau kamu emosi seperti ini.” Bagas mencoba membujukku.”Mau kamu jelasin apalagi… Oke sekarang terserah kalian berdua. Yang Pasti mulai saat ini kita nggak ada apa-apa lagi. Terserah kamu kamu mau anggap aku apa. Yang pasti aku benci melihat kalian berdua.” Aku langsung pergi meninggalkan meja. Bagas mengejar aku dan memegang tanganku.”Nda…apa kita nggak bisa kita ngomong baik-baik” pinta Bagas sambil terus memegang tanganku. “Lepasin tangan aku. Aku mau pergi! Aku nggak mau kalian jadikan kelinci percobaan pengujian Cinta kalian yang jelas. Maaf aku pulang.” jawabku sambil menarik tanganku dan berlari turun.
          ***
          Sejak kejadian itu aku bener-bener tidak pernah bertegur sapa dengan Bagas dan Raisha. Raisha berusaha mendekati aku. namun aku selalu menghindar dari keduanya. bahkan ketika berpapasan di parkiranpun aku akan mengambil sikap tetap diam di mobil sampai Bagas naik. Atau aku mempercepat langkahku meninggalkan dia di parkiran. Jika tanpa sengaja bertemu di cafetaria saat makan sarapan pagi atau makan siang maka aku akan memilih untuk tidak jadi ke café atau makan disudut yang berbeda. Jika tanpa sengaja bertemu di depan lift atau di depan kelas aku akn bersikap seolah-olah aku tak melihat dan mengenal keduanya.
          Sementara sikap mereka masih sama seperti sebelum-sebelumnya,tidak pernah menampakkan diri kalau mereka berdua adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hal itu yang membuat aku semakin bingung dan jengkel akan sifat munafik mereka menurut aku.Sikap mereka yang seperti itu tidak membuat aku menjadi lunak hati terhadap sandiwara mereka di depan semua orang.
          Pagi ini aku datang lebih awal. Aku langsung menuju ke kelasku. Aku langsung duduk di deretan kursi yang biasa aku duduki bersama dua orang sahabatku.Aku sebetulnya melihat Bagas duduk di deretan kursi yang biasa dia duduk bersama beberapa teman cowok lainnya. Aku tidak perduli. Tidak begitu lama bagas menghampiri aku.”Apa kabar Nda…?” sapanya, aku hanya menoleh.”Nda.. sampai kapan kamu akan seperti ini? mendiamkan Bagas?” tanyanya padaku.”Bagas tahu, Bagas salah.. tapi apa nggak ada maaf sedikitpun dari kamu buat Bagas?” Aku menatap ke arahnya.”Tuhan, aku kangen sama dia. Aku ingin ngobrol banyak ke dia. Tapi…jika aku inget bagaimana dia dan Raisha memeprlakukan aku. Rasa kangen dan sayang itu seperti hilang.” pikirku dalam hati.
          Tanpa persetujuan aku Bagas memutar kursi di deretan depan aku sehingga kami duduk berhadapan.”Nda… Bagas minta maaf. Karena Bagas tidak cerita ini lebih dulu ke Wanda.” Dia mengiba untuk kesekian kalinya.”Gas…bisa nggak kamu duduk kembali di deretan kursi kamu. aku nggak mau Raisha dan yang lain salah paham kalau mereka melihat kamu seperti ini.” Pintaku pada Bagas.”Bagas sekarang nggak peduli dengan perasaan siapapun. Bagas sayang Wanda.Kalau memang, Raisha telah mengganggu pikiran kamu. Baik bagas putus dengan Raisha.” jelasnya sontak aku melihat ke arahnya.”putus! segampang itu… Terus kamu pikir kamu lagi nawar baju. Kalau kamu suka kamu coba. nggak suka kamu balikin ke pelayannya tanpa melipatnya kembali dengan rapi. Nda nggak nyangka Bagas sejahat itu?!” jawabku dengan emosi.”Oke! sekarang maunya Wanda, Bagas harus gimana?” tanyanya padaku. “Loch kenapa nanya Wanda? harusnya kamu yang cari tahu jawabannya.” jawabku dengan sengit.”Nda.. bagas serius Bagas sayang banget sama wanda. tapi Bagas juga nggak mungkin ninggalin Raisha.kare..na…”Ada keraguan dalam penjelasannya. Aku menunggu apa kelanjutannya.”Karena kamu Cinta banget sama Raisha. Kamu egois Gas! Kamu jahat.., Nda nggak nyangka Bagas yang Wanda kenal memiliki sifat seperti ini.” berondongku dengan emosi.”Terserah kamu. Yang Pasti kamu suatu saat akan tahu semuanya.” Jawabnya sambil berlalu meninggalkan aku yang masih emosi.”Ya…tahu semua keegoisan kamu” pikirku dalam hati. Tepat saat itu Raisha masuk bersama Resti. Raisha melihat ke arahku kemudian ke Bagas. Raisha tersenyum. Aku buang muka tidak membalas senyumnya. Aku melihat Raisha hari ini pucat tidak seperti biasanya.Raisha menghampiri kursi dudukku.”Pagi Nda…” sapanya, aku tidak menjawab sapaannya. Sesaat kemudian Dinaya dan daisy datang menghampiriku. Kedua sahabatku bingung melihat Raisha berdiri di depanku.Mereka pasang muka ingin tahu melihat hal yang janggal di pagi ini.
          ***
          Pulang kuliah kedua temanku langsung pulang, tetapi aku tidak. Aku mampir ke perpustakaan untuk mencari bahan tugas minggu depan. Ketika aku sedang mencari bahan-bahan tugas di anatara lorong rak-rak buku yang tinggi. samar-samar aku mendengar ada dua orang bercakap-cakap. Suara mereka seperti tidak asing bagiku. Aku mendekati arah suara tersebut. Ternyata benar itu adalah suara Bagas dan Raisha. “Bagas maafin Raisha ya… Raisha yang salah. Karena Raisha yang cerita ke Resti kalau kita masih jalan bareng. Itu juga nggak sengaja. Karena Resti pernah lihat kita jalan.” jelas Raisha.”Raisha juga nggak nyangka kalau Resti akan negur Wanda seperti itu. Sampai akhirnya jadi begini dan rencana kita berantakan.”Deg! jantungku seakan berhenti”Rencana! Apa… aku bagian dari rencana mereka. Jahat! “pikirku dalam hati. Ingin rasanya aku menghampiri mereka. “Sha… kamu yang punya ide. Aku udah ngomong ke kamu. Aku nggak mau. Karena aku masih sayang sama kamu. Kamu sendiri yang minta aku untuk deketin Wanda karena menurut kamu cuma Wanda yang tepat buat aku. Itu semua setelah kamu amati satu semester kemarin. Terus kenapa juga kamu yang menggagalkan rencana ini.Sha… aku nggak tega sama wanda. Dia begitu baik dan sayang sama aku.Sama kaya kamu Sha… kalau saat ini aku disuruh milih antara kamu dan dia. Aku nggak tahu… kalian berdua adalah dua wanita yang aku sayangi.” jelas Bagas. tanpa terasa air mataku meleleh, aku nggak nyangka sama sekali dengan permainan mereka.tanpa sadar aku terisak. Tiba-tiba mereka berhenti berbicara dan berjalan ke arahku. Aku yang tak kuasa menahan kecewa tanpa sempat melarikan dri dari tempat itu.”Wanda..!” mereka serempak dan menghampiri aku. Raisha menghampiri aku dan ingin memeluk aku. Aku mundur dan menatap ke arah mereka dengan sejuta rasa kecewa.”Kalian….kalian jahat. Aku nggak nyangka di balik kebaikan kamu ternyata kamu yang memiliki ide dari permainan ini. Aku bener! bener kecewa sama kalian. Kalian jahat!” aku berlari.”Nda… kamu salah sangka.” jelas Raisha. Aku tak menghiraukan mereka. Aku berlari keluar perpustakaan. Tak ku hiraukan panggilan Raisha. Aku begitu marah bgitu benci pada mereka. Aku merasa penyesalanku semakin sempurna dengan mendengar percakapan mereka berdua yang aku dengar barusan.
          ***
          Sejak hari itu aku semakin berusaha menjauh dari mereka berdua. Bahkan seperti tak mengenal mereka. Raisha selalu berusaha mengajak aku bicara, namun aku selalu menghindar. Bagas sempat beberapa kali menelpon aku namun tak pernah aku angkat. beberapa kali SMS tak pernah aku balas. Bagas datang ke rumah tak pernah mau aku menemui. Aku selalu menghindar setiap kali mereka berusaha mendekat.Aku lebih banyak diam di kelas, datang selalu tepat dosen masuk kelas bahkan nyaris terlambat. Hal itu aku lakukan demi untuk menghindari kesempatan mereka berbicara denganku.Sampai pada suatu pagi ketika aku telah memarkirkan mobil, tiba-tiba aku dihadang oleh Bagas. Aku melangkah tanpa menghiraukan Bags.”Nda.. aku harus ngomong sama kamu.” pinta Bagas.”Mau ngomong apalagi?” jawabku sambil terus berjalan. “Kamu harus ikut aku sekarang!” pinta Bagas. “Kenapa aku harus ikut kamu?” jawabku tak perduli.”Ini tentang Raisha.” jawab Bagas Aku berhenti sesaat.”Apa urusannya dengan aku, Itukan urusan kamu dengan Raisha. kenapa harus melibatkan aku.” Jawabku sambil melanjutkan langkahku.”Raisha masuk rumah sakit.” Aku menghentikan langkahku.”Dia minta aku untuk ngajak kamu ke rumah sakit sekarang.” Aku melanjutkan langkahku tak memperdulikan Bagas. Bagas berlari mengejar aku. “Kamu bener-bener nggak peduli dengan raisha?” Tanya Bagas.”Kenapa aku harus peduli dengan dia? apa dia peduli dengan aku ketika dia memilih aku untuk di jadikan target rencana kalian?” jawabku dengan emosi. “Aku nggak nyangka kamu sesadis itu. Aku dan Raisha ternyata salah menilai kamu. Terutama raisha sepertinya dia salah menilai kamu. Kamu bukan orang yang raisha bayangkan. Maafkan Raisha kalau dia telah membuat kamu sakit hati. Maafkan aku juga karena aku telah salah mencintai kamu.” Bagas berlalu meninggalkan aku yang tak tahu harus bersikap apa. Di satu sisi aku sakit hati dengan sikap mereka berdua. Disisi lain aku merasa iba dengan Raisha, “kenaopa Raisha? sakit apa dia sampai harus dirawat dirumah sakit?” berbagai pertanyaan berkecamuk dalam diriku. Aku terus melangkah menuju kelas. Ketika di depan pintu kelas semua teman memandang ke arahku, aku semakin bingung”ada apa ini?” pikirku. Tiba-tiba Resti menghampiriku. Dia memelukku.”Nda…maafin aku ya… karena ketidak tahuanku. aku jadi marah dan negur kamu.Aku minta maaf, aku yang salah. Ini semua salah aku Nda… kalau kamu mau marah, marah aja sama aku jangan Raisha.” resti terus memeluk aku.”Kamu kenapa sich Res.. aku nggak ngerti?” tanyaku sambil melepas pelukan diri dari Resti. “Aku yang salah. Aku nggak tahu apa-apa. Harusnya aku nggak ikut campur. Harusnya aku nggak perlu negur kamu tentang kedekatan kamu sama Bagas.” Resti berusaha menjelaskan.”Aduh..! Res… plese jangan berbelit-belit aku nggak ngerti.”
          “Nda.. sebelumnya aku minta maaf atas sikap aku waktu di perpustakaan. Aku mnegur kamu karena kedekatan kamu dengan Bagas. Karena waktu itu aku pikir kamu telah merebut Bagas dari Raisha sahabat baikku. Ternyata kedekatan Bagas dengan kamu itu atas permintaan Raisha.” Aku sudah tahu”Sela aku pada Resti. “Bahkan ini adalah ide dari Raisha.Iyakan?” tanyaku.”Betul. “ jawab Resti. aku menarik nafas.”Tapi nda…” Kamu nggak perlu jelasin apa-apalagi. Please aku bosen dengan sandiwara mereka. aku nggak peduli.” jawabku sambil berdiri meninggalkan resti.”Tapi Nda… “Aku nggak mau denger apa-apalagi.” jawabku memotong. “Nda..Raisha sakit kanker. Dia sudah tahu kalau umurnya tidak akan lama. Dia selama 1 semester lalu itu mengamati semua teman-teman di kelas ini.Dia kagum sama kamu. makanya dia menyarankan Bagas untuk deketin kamu. Bagas awalnya nggak mau. tapi raisha memaksa, dia yang awalnya selalu sms kamu mengatas namakan Bagas.. raisa begitu sayang dan cinta sama Bags dia nggak mau kalau nanti dia nggak ada Bagas akan sedih yang berkepanjangan, makanya sebelum dia meninggal raisha ingin melihat bagas bahagia dan mendapatkan pengganti yang tepat buat Bagas.Bagas awalnya hanya mengikuti keinginan Raisha, tapi ternyata Bagas juga cinta sama kamu. raisha seneng karena kamu telah membuat Bagas bahagia.”Bagai  disambar petis aku diam terpaku. semua teman di kelas menitikan air mata. aku membalikan badan ke arah resti seperti tidak percaya dengan ucapan Resti. “ Awalnya itu rahasia mereka berdua, sampai ketika aku melihat mereka jalan berdua lagi setelah lama nggak melihat mereka berdua ketika Bagas jalan sama kamu. Waktu itu awalnya aku kira mereka sudah putus.Sekarang raisha koma di rumah sakit.” jelas Resti. Aku tak menghiraukan lagi ucapan resti aku langsung berlari keluar denga berbagai macam perasaan dan rasa berslah yang tak terhingga. kembali aku menyalahkan diriku sendiri karena kebodohanku.
          Aku tak ingin menyesal aku tak ingin merasa berslah. Aku menjalankan mobilku dengan kecepatan tinggi. Untung aku sempat denger ketika Bagas mengatakan nama rumah sakit tempat Raisha dirawat.
          Sampai rumah sakit aku langsung berlari. Aku telepon Bagas beberapa kali namun tak diangkat. Tanpa pikir panjang aku langsung berlari ke ruang ICU. Tepat ternyata Bagas ada di sana. Dia terduduk lemas dilantai dengan kepala menunduk diantar kedua lututnya. Orang-orang disekeliling ruang ICU menangis. Aku terpaku.”Tuhan..jangan.. Thuan jangan kau ambil sahabatku.” aku berjalan perlahan menghampiri Bagas. Aku dekati dia. Aku sentuh tangannya. “Gas…: suaraku perlahan diantara ragu dan berharap cemas. Bagas mengangkat kepala menatap aku dengan deraian air mata. Aku sedih aku turut mengeluarkan air mata.”gas… Ra…isha..” tanyaku terpaku.”Nggak kan Gas…ja..ngan bi…lang” tanyaku dengan terbata-bata. “Iya…Nda… Raisha sudah nggak.” Bagas langsung menundukan kepala. Aku diam terpaku mendengar penjelasan Bagas. Tanpa terasa airmatanya mengalir deras. berbagai perasaan dan rasa penyesalan datang menghampirinya. Aku menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Dia tidak menyangka jika Raisha akan secepat itu. :Kenapa aku begitu egois, kenapa aku begitu emosi tanpa kendali. Kenapa aku nggak mau mendengarkan penjelasan Raisha.”Aku terus menyesali semua kesalahanku. Aku membalikan badan menghadap Bagas.”Gas… maafin Wanda ya… maafin semua ke egoisan Wanda.” aku menggenggam tangan Bagas. Bagas mengangkat wajahnya dan menatap aku “Nggak ada yang perlu disesali Nda… semua sudah terjadi.Bagas ikhlas kok… Raisha juga ikhlas.” Aku diam terpaku mendengarkan penjelsan Bagas. Aku tidak tahju bagaimana perasaan aku dengan Bagas nanti setelah traisha tidak ada. Aku tidak dapat menjawab itu saat ini. Aku ragu akan perasaanku sendiri. Apakah aku layak buat Bagas menggantikan Raisha yang begitu tulus mencintai bagas. Apakah aku dapat di sandiongkan dengan raisha yang begitu tulus mencintai Bagas. Aku pun tak tahu kemana hati ini akan ku bawa setelah raisha tidak ada dengan segala penyesalan atas semua kesalahankui selama ini yang tak sempat mengucapkan kata maaf di akhir hidup raisha. hanya waktu dan hatiku yang akan menjawab.

          Tuesday 22 May 2012

          dilema

          dilema

          DILEMA
          aku merenung dalam diam
          Aku menangis di gelap malam
          aku tersenyum dalam duka
          ketika dilema itu ada
          inginku berlari dari kenyataan
          yang tak mampu aku uraikan
          inginku menunggu waktu
          menunggu sampai bahagia itu datang
          namun, pada nyatanya bahagia tak kunjung datang
          ku ingin bahagia seperti mereka
          merajut asa bersama pujangga cinta
          namun pujangga tak kunjung ada
          mengisi mimpi merajut asa
          Haruskah kuijinkan dia memilih bahagia diantara aku yang terluka
          Haruskah ku iringi doa yang tak mampu kupanjatkan untuk duka
          yang tak berubah menjadi bahagia
          dilema itu ada dalam kesunyian dan keputus asaan
          dilema itu hadir diantara harapan dan impian

          Monday 14 May 2012

          Ketika Dia Datang

          Ketika Dia Datang

           
          BY : NINK
          "Tok! tok!"
          "Siapa juga malam-malam begini mengetuk pintu!" pikirku sambil melangkah depan. Aku ragu untuk membuka pintu, karena hanya aku sendiri di dalam rumah. Seluruh penghuni kamar kost pergi bermalam minggu. Aku sendiri di rumah. Ibu kost juga pergi dengan keluarganya.
          Sebelum keluar temanku Aini sempet bertanya. "Nin, kamu yakin sendirian di tumah?" dengan penuh keraguan. "Yakin!. "Atau kamu ikut kita aja..?" tanya Aini menawarkan jasa, sambil melirik Andre pacarnya untuk meminta dukungan." Udah pergi aja...nanti aku ganggu lagi." jawabku sekenanya. "Tapi..aku khawatir kalau kamu di rumah sendirian gini Nin.." Aini memaksa aku."Udah tenang saja... berangkat sana, nanti fkalian nggak bisa nonton lagi," meyakinkan Aini. " Aku akan baik-baik saja. kalau ada yang jailin aku, aku akan balas jailin dia kan seru!" jawabku sambil tersenyum paling manis untuk meyakinkan sahabatku yang satu ini.
          Saat ini, aku bener-bener nyesel karena menolak ajakan Aini, aku mulai dihinggapi rasa takut... tapi aku terus melangkah. sekali lagi pintu di ketuk.
          Tok!! Tok!!
          "Assalamualaikum.." sebuah suara seperti pernah aku dengar... dari balik pintu. Jantung aku semakin berdegup kencang. berbagai pikiran muncul " Apakah itu dia yang datang?" pikir aku ragu."nggak! nggak mungkin!" tahu dari mana dia kalau aku kost disini. Aku membuka tirai jendela. Aku melihat seseorang tapi dalam posisi membelakangiku. Aki terkesiap. "Astagfirullah... apakah itu dia?" pikirku sambil membelakangi jendela. Aku memegang dadaku yang berdegup kencang karena terkejut. Aku kuatkan diriku kembali. aku yakinkan kalau itu bukan dia."Nggak! Nggak! itu bukan dia! aku hanya berhalusinasi."
          Aku buka pintu dengan perasaan tak menentu. perlahan pintu terbuka. Sosok tersebut membalikan badannya dengan matanya yang tajam menatap ke arahku. Aku bergetar. Jantungku berdegap tak menentu. aku terpana melihat sosok di hadapanku. "Astaga!" aku bergumam. Ternyata orang yang kini berdiri dihadapanku. sosok seseorang yang berdiri dihadapanku. Dia adalah seseorang yang hampir aku lupakan. Seseorang yang telah membuat hari-hariku beberapa tahun ini menjadi luluh lantah. Seseorang yang telah membuat hidupku seakan tak berarti. Yang aku hampir putus asa pada penantian yang tak kunjung datang. Sehingga aku melarikan diri kekota ini agar aku dapat melupakan sosoknya. Kini dia berada di hadapanku. Berdiri tegak dengan jarak hanya beberapa senti di hadapanku.
          "Hello Say..." sapanya dengan suara khasnya.
          Kenapa? kenapa dia harus datang? Kenapa panggilan itu dia sampaikan lagi. Ucapan itu yang hampir setiap waktu aku dengar dulu. Sapaan itu yang selalu membuat aku melayang ketika bertemu dengannya. Dan, kini sapaan itu hadir lagi di telingaku. Aku telah berusaha untuk membenci kata-kata itu. Bahkan aku akan marah jika seseorang menyapaku dengan sapaan seperti itu. Sehingga pernah suatu waktu temanku Galih menyapaku dengan sapaan tersebut, aku marah padanya.
          "Hello say!" sapa Galih suatu hari. "Galih! Stop!" aku berteriak. "Aku nggak suka kamu sapa aku dengan sapaan seperti itu." Dengan bingung dan mimik terkejut, karena dia tidak menyangka kalau reaksiku akan seperti itu."Why? kenapa? aku hanya menyapa kamu Nin" Protes Galih dengan nada terkejut. "Nggak kenapa-kenapa? tapi aku nggak suka kalau kamu menyapaku seperti tadi?" aku mencoba menjelaskan dengan mencari alasan yang tepat atas reaksiku sendiri yang menurut akupun terkesan berlebihan." Kamu aneh!" Galih berkata sambil lalu. "Galih!" Galih!" aku...Aku minta maaf!" Aku berusaha mengejarnya.Karena langkah Galih yang terlalu cepat aku tak sampai mengejarnya. Aku hanya diam terpaku menyesali tindakan ku yang terlalu berlebihan. Sejak itu Galih tak pernah menyapa aku dengan kata-kata tersebut.
          Kini, orang yang telah membuat kata-kata tersebut menjadi sakti buatku telah berdiri di hadapanku. Aku hanya terpaku. Diam tak bergerak. Hanya degup jantungku yang tak menentu. Aku terpaku menatap wajahnya. Dia... Dia masih seperti yang dulu. masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Cari berdirinya, cara bicaranya, bahkan tatapannya. tatapan itu masih menyimpan misteri seperti dulu. Dan da masih seperti yang dulu.
          "Hey!kok bengong?" senyum itu...senyum itu juga masih seperti yang dulu. Aku menatapnya tanpa mampu berkata-kata. "Kenapa? kaget ya.. melihat saya ada di hadapan kamu?" dengan santainya dia tetap berbicara. "Kamu tidak mempersilakan saya masuk?" tanyanya kembali."Nina... Ini Yan... Yanda... kamu lupa?" tanya nya kembali." Jangan bengong gitu dong, biasa aja. masih nggak percaya?! Yan cubit ya?" dia mencubit pipiku. "Aku berteriak. "Aduh!" aku mundur ke belakang."Nggak mimpikan? Jadi, ini Yan beneran." dia mencoba melucu tapi aku tetap diam tak bergeming.
          "Nina, kamu masih marah?" tanyanya kembali."Yan tahu, Yan salah..panjang ceritanya Nin. Dan nggak mungkin Yan cerita sekarang." dia menjelaskan dengan penuh penyesalan. "Lagu lama" dalam hatiku. "Oke!" Yan salah Yan ninggalin Nina tanpa alasan dan sebab yang jelas. Tapi ini bukan kesengajaan Nin. yan betul-betul nggak bisa dan nggak punya keberanian untuk ngejelasin semua."
          "Nina ku sayang..." please... maafin Yan." Dia menekuk lutut mengiba padaku. Dia tahu, jurus paling ampuh untuk meluluhkan hatiku. Dia tahu jika dia sudah berlutut aku akan memaafkannya. dan akan berkata"Yan, apaan sich, bangun. Iya Nina maafin." Kali ini dia melakukan itu lagi. Akan kah aku berkata dengan perkataan yang sama seperti sepuluh tahun yang lalu?
          "Yan,apaan sich, bangun. Iya Nina maafin." aku mengucapkan kata itu. Ta Tuhan! ternyata aku masih belum melupakannya. ternyata aku amsih Nina yang dia kenal. Mana janji aku pada diriku sendiri untuk tidak melakukan kebodohan yang kesekian kalinya setiap dia melakukan kesalahan.
          Dia berdiri dan hampir memelukku. "Nina maafin Yan?" Nina!..Nina memang orang paling baik di dunia." katanya seperti sebuah kaset yang diputar ulang. kata-kata itupun keluar dari mulutnya."Yan, Tahu Nina pasti maafin Yan.
          "Boleh Yan Masuk?" tanyanya. "Maaf Yan, di rumah nggak ada orang. temen-temen Nina pergi. Ibu kost dan keluarganya juga pergi." aku berusaha menjelaskan. "Kita ngobrol di luar saja." jelasku sambil membuka pintu dan berjalan keluar. Aku duduk di teras rumah menatap lurus kejalan. Aku masih belum mampu menguasai diriku. Aku mengingat-ingat kembali nasehat mama dan kakak-kakakku agar aku tegas jika suatu saat aku bertemu Yan.
          Mama dengan kesalnya melihat sikap aku yang seperti hidup segan mati tak mau. Kak Fitri menyebutnya aku seperti mayat berjalan, tanpa ekspresi, tanpa riak-riak kehidupan."Nina! Mama nggak suka kamu bersikap seperti ini. Laki-laki bukan cuma Yanda." protes mama melihat sikap aku yang terus mengurung diri dalam kamar. "Kamu punya masa depan! kamu cantik! kenapa kamu nggak coba lihat dunia luar." Mama terus menasehatiku dari nada yang paling halus sampai pada puncak emosinya." Oke! kamu mau apa? kamu mau kemana? mama ijinkan kalau itu bisa melupakan Yan." Kak Fitri apalagi dia yang paling marah karena sikap aku yang tak ada gairah semenjak Yan, meninggalkan aku tanpa pesan dan tanpa kesan. Sampai hampir 3 tahun aku bersikap tak peduli dan tak acuh. Semua teman cowok dibawa dihadapanku katanya agar bisa melupakan Yan."Nina, Edo kurang ganteng apa? kurang tajir gmana? semua cewek di kampus Kak fitri berebut ingin jadi pacarnya?" "Kamu malah menolaknya. Memang Cuma Yan di dunia ini?" Kak Nina ngomel-ngomel setiap hari karena nggak ada satu orang pun teman cowok yang dia tawarkan ke hadapanku yang berkenan di hatiku.
          Lain waktu lagi."Nina... coba dulu aja, sat minggu kek, atau 1 kali ini aja dech kamu jalan sama Roni. Dia baik kok? mungkin lebih baik dari Yandamu itu?" "Dia itu cowok nggak bertanggung jawab, dia itu cowok pengecut. Kalau dia berani nggak mungkin dia ninggalin kamu begitu aja." protes kak Fitri disela-sela kejengkelannya.
          Sampai akhirnya aku putuskan untuk pindah ke Bandung dan kost di sini di jalan Braga Bandung no 8 Rumah Ibu Surya. teman mama waktu SMU dulu. Sudah lima tahun aku tinggal di Bandung. Semenjak lulus D3 aku memilih tinggal di Bandung. dengan harapan aku dapat melupakan Yan... sosok orang yang menurut kak Fitri adalah laki-laki tak bertanggung jawab. Sudah berganti-ganti teman kost yang datang. dengan cerita yang berbeda dan kisah kasih mereka yang penuh warna. Aku masih Nina yang tidak punya cowok, bahkan tidak pernah ada cowok yang mengajakku nonton atau makan malam di malam minggu seperti ini. Sampai sosok yan ada lagi di hadapanku.
          Yanda kini duduk di samping aku. Kami hanya terhalang oleh meja bundar. Aku tetap menatap ke depan lurus ke jalan. Aku tak ingin melihat wajahnya, aku tak ingin melihat sorot matanya, aku tak ingin senyumnya. Aku takut akan semakin sulit aku melupakannya jika tiba-tiba dia pergi meninggalkan akau seperti 10 tahun yang lalu.
          "Yan, tahu alamat ini dari siapa?" itu kalimat pertamaku setelah sekian lama aku berdiam diri. "Yan, ke rumah Nina. Yan menanyakan alamat rumah ini ke mama. Awalnya mama dan kak fitri nggak mau memberi alamat ini. Namun Yan memohon. sampai akhirnya Mama memberikan. Kak Fitri tetap nggak mau memberikan." Dengan suara pelan dia menjelaskan.
          "Nin... Yan minta maaf kalau sikap Yan dulu menyebabkan Nina seperti ini. Yan betul-betul menyesal Nin!"kembali dia menjelaskan
          "Yan... tahu..Yan salah. Ini adalah hal terbodoh yang pernah Yan lakukan. Tapi, Nin dulu itu Yan nggak punya keberanian untuk menjelaskan ke nina kenapa Yan harus pergi. Usaha papa bangkrut. Yan harus pindah sekolah. Yan sebetulnya malam sebelum berangkat berdiri di depan rumah Nina. ingin mencoba menjelaskan. Tapi rasa takut dan malu lebih menguasai Yan. Akhirnya Yan pergi. Yan." Aku mendengar itu sambil menitikan air mata. Aku sempat berpikir hal jelek tentang dia. Karena ketika aku kerukmah Yan untuk mencarinya. Rumah itu kosong. Sementara tetangga kanan dan kiri bukan tempat untuk bertanya. Hanya seorang satpam komlek yang menjelaskan bahwa Yan dan keluarga telah pindah 1 minggu yang lalu dan tak tahu pindah kemana.
          "Nin... Yan sudah mendengar semua cerita Nina dari mama dan Kak Fitri. makanya Yan nekat datang ke sini. Yan minta nomor telepon Nina, alamat kantor Nina, juga alamat rumah Nina dari mama." Yan menceritakan dengan penuh haru...
          Aku menitikan air mata, semua amarahku telah hilang, semua sakit hatiku telah hilang. yang ada dalam hatiku adalah maafnya telah aku terima.
          "Nina sudah maafin Yan kan?" Dia menanyakan itu kembali. Aku tak menjawab, aku hanya mengangguk pelan sambil membalikan badan menghadap ke arahnya.
          "Nin... Nina harus tetap semangat! Nina harus berani." Dia menjelaskan seolah-olah dia akan pergi lagi. sempat ada seberkas kecewa dalam diriku. "Nin.. perjalanan Nina masih panjang. Nina harus terus berusaha. Yan sayang kok sama Nina. dari dulu sampai sekarang. Bahkan sampai detik ini Yan sayang Nina. Tapi Nin, kita harus terus semangat! hidup kita bukan di masa lalu.. tapi dimasa depan." Aku semakin bingung! dari penjel;asannya aku sedikit menangkap hal yang akan membuat aku menangis kembali sepanjang hari.
          "Nina sayang sama Yan kan?"tanyanya. Aku mengangguk tanpa suara. Aku menjadi sangat sedikit bicara jika berada dihadapannya. karena aku begitu terpesona padanya.
          "Kalau Ninan sayang Yan, Nina harus lupain Yan. Yan... sayang Nina. Yan ingin lihat Nina bahagia." itu yang selalu Yan inginkan buat Nina." Aku semakin dalam menatap matanya . aku berusaha mencari tatapan matanya. Aku ingin lihat tatapan itu. apakah masih seperti 10 tahun yang lalu. Aku melihat, tatapan itu telah berubah. tatapan itu telah berbeda.
          "Aoa maksud Yan..." hanya kata itu yang keluar dari mulutku.
          "Nin, Nina harus bisa melupakan yan, Nina harus mencari pengganti Yan. Nin... Nina baik, Nina canti, pasti banyak orang yang sayang Nina. Kalau Nina mau sedikit membuka hati biat salah satu dari mereka?" deg! jantungku seakan berhenti mendengar kata-kata itu. Aku seperti di tampar tanpa terlihat. Tanpa terasa air mata menetes deras dari kedua bola mataku. Adaapa ini? Kenapa ini? tanyaku dalam hati.
          " Nin... jujur... sudah 1 minggu ini Yan ada di Bandung. Sudah satu inggu ini Yan mengawasi Nina. Karena rasa bersalah Yan sepuluh tahun yang lalu membuat Yan tak sanggup bertemu Nina. Ini adalah keberanian yang paling besar yang Yan lakukan. Yan nggak mau dianggap pecundang. pengecut dan lain sebagainya. Yan ingn Nina memaafkan Yan.Nin.. Yan sudah menikah Yan sudah memiliki 2 orang anak. Yan denger cerita Nina dari Reni, ketika Yan bertemu Reni di sebuah Mall di Jakarta. Reni menceritaka semuanya. Yan menyesal Nin... Yan minta maaf, Yan datang ke sini atas ijin istri di rumah. Makanya Yan nekat datang ke sini Yang ingin Nina bahagia. Yan ingin Nina memaafkan Yan dari semua kesalahan Yan sepuluh tahun yang lalu. Jika Yan tidak pengecut mungkin kejadiannya nggak akan seperti ini" Dia menjelaskan dengan sangat rinci. Namun aku mendengarnya bagai petir yang menggelagar dan bersahut-sahuta. Dan hujan itu turun dengan deras tapi dari kedua mataku... hampir pingsan aku mendengarnya. Aku tak tahu harus berkata apa. Aku oergi meninggalkan dia diluar. Aku tutup pintu rumah. Aku tak ingin bertemu dia. aku tak ingin melihat dia. aku tak ingin mengingat namanya. Aku ingin kehdupan yang baru ketika esok bangun.
          Dia telah datang, namun membawa cerita baru yang membuat aku bagai mayat yang berjalan.....